Dalam interaksi dan interelasi sosial antar
individu atau antar kelompok, konflik sebenarnya merupakan hal alamiah. Dahulu
konflik dianggap sebagai gejala atau fenomena yang tidak wajar dan berakibat
negatif, tetapi sekarang konflik dianggap sebagai gejala yang wajar yang dapat
berakibat negatif maupun positif tergantung bagaimana cara mengelolanya.
Dari pandangan baru dapat kita lihat bahwa
pimpinan atau manajer tidak hanya wajib menekan dan memecahkan konflik yang
terjadi, tetapi juga wajib untuk mengelola/memanaj konflik sehingga aspek-aspek
yang membahayakan dapat dihindari dan ditekan seminimal mungkin, dan
aspek-aspek yang menguntungkan dikembangkan semaksimal mungkin.
Penyebab Konflik
Konflik di dalam organisasi dapat
disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut:
A. Faktor Manusia
1. Ditimbulkan oleh atasan, terutama karena
gaya kepemimpinannya.
2. Personil yang mempertahankan
peraturan-peraturan secara kaku.
3. Timbul karena ciri-ciri kepriba-dian
individual, antara lain sikap egoistis, temperamental, sikap fanatik, dan sikap
otoriter.
B. Faktor Organisasi
1. Persaingan dalam menggunakan sumberdaya.
Apabila sumberdaya baik berupa uang,
material, atau sarana lainnya terbatas atau dibatasi, maka dapat timbul
persaingan dalam penggunaannya. Ini merupakan potensi terjadinya konflik antar
unit/departemen dalam suatu organisasi.
2. Perbedaan tujuan antar unit-unit
organisasi.
Tiap-tiap unit dalam organisasi mempunyai
spesialisasi dalam fungsi, tugas, dan bidangnya. Perbedaan ini sering mengarah
pada konflik minat antar unit tersebut. Misalnya, unit penjualan menginginkan
harga yang relatif rendah dengan tujuan untuk lebih menarik konsumen, sementara
unit produksi menginginkan harga yang tinggi dengan tujuan untuk memajukan
perusahaan.
3. Interdependensi tugas.
Konflik terjadi karena adanya saling
ketergantungan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya. Kelompok yang satu
tidak dapat bekerja karena menunggu hasil kerja dari kelompok lainnya.
4. Perbedaan nilai dan persepsi.
Suatu kelompok tertentu mempunyai persepsi
yang negatif, karena merasa mendapat perlakuan yang tidak “adil”. Para manajer
yang relatif muda memiliki presepsi bahwa mereka mendapat tugas-tugas yang
cukup berat, rutin dan rumit, sedangkan para manajer senior men¬dapat tugas
yang ringan dan sederhana.
5. Kekaburan yurisdiksional. Konflik
terjadi karena batas-batas aturan tidak jelas, yaitu adanya tanggung jawab yang
tumpang tindih.
6. Masalah “status”. Konflik dapat terjadi
karena suatu unit/departemen mencoba memperbaiki dan meningkatkan status,
sedangkan unit/departemen yang lain menganggap sebagai sesuatu yang mengancam
posisinya dalam status hirarki organisasi.
7. Hambatan komunikasi. Hambatan
komunikasi, baik dalam perencanaan, pengawasan, koordinasi bahkan kepemimpinan
dapat menimbulkan konflik antar unit/ departemen. (Jika Anda ingin mendapatkan
slide presentasi yang bagus tentang management skills dan personal development,
silakan KLIK DISINI ).
Akibat-akibat Konflik
Konflik dapat berakibat negatif maupun
positif tergantung pada cara mengelola konflik tersebut.
Akibat negatif
• Menghambat komunikasi.
• Mengganggu kohesi (keeratan hubungan).
• Mengganggu kerjasama atau “team work”.
• Mengganggu proses produksi, bahkan dapat
menurunkan produksi.
• Menumbuhkan ketidakpuasan terhadap
pekerjaan.
• Individu atau personil menga-lami tekanan
(stress), mengganggu konsentrasi, menimbulkan kecemasan, mangkir, menarik diri,
frustrasi, dan apatisme.
Akibat Positif dari konflik:
• Membuat organisasi tetap hidup dan
harmonis.
• Berusaha menyesuaikan diri dengan
lingkungan.
• Melakukan adaptasi, sehingga dapat
terjadi perubahan dan per-baikan dalam sistem dan prosedur, mekanisme, program,
bahkan tujuan organisasi.
• Memunculkan keputusan-keputusan yang
bersifat inovatif.
• Memunculkan persepsi yang lebih kritis
terhadap perbedaan pendapat.
Cara atau Taktik Mengatasi Konflik
Mengatasi dan menyelesaikan suatu konflik
bukanlah suatu yang sederhana. Cepat-tidaknya suatu konflik dapat diatasi
tergantung pada kesediaan dan keterbukaan pihak-pihak yang bersengketa untuk
menyelesaikan konflik, berat ringannya bobot atau tingkat konflik tersebut
serta kemampuan campur tangan (intervensi) pihak ketiga yang turut berusaha
mengatasi konflik yang muncul.
Diatasi oleh pihak-pihak yang bersengketa:
Rujuk: Merupakan suatu usaha pendekatan dan
hasrat untuk kerja-sama dan menjalani hubungan yang lebih baik, demi
kepentingan bersama.
Persuasi: Usaha mengubah po-sisi pihak
lain, dengan menunjukkan kerugian yang mungkin timbul, dengan bukti faktual
serta dengan menunjukkan bahwa usul kita menguntungkan dan konsisten dengan
norma dan standar keadilan yang berlaku.
Tawar-menawar: Suatu penyelesaian yang
dapat diterima kedua pihak, dengan saling mempertukarkan konsesi yang dapat
diterima. Dalam cara ini dapat digunakan komunikasi tidak langsung, tanpa
mengemukakan janji secara eksplisit.
Pemecahan masalah terpadu: Usaha
menyelesaikan masalah dengan memadukan kebutuhan kedua pihak. Proses pertukaran
informasi, fakta, perasaan, dan kebutuhan berlangsung secara terbuka dan jujur.
Menimbulkan rasa saling percaya dengan merumuskan alternatif pemecahan secara
bersama de¬ngan keuntungan yang berimbang bagi kedua pihak.
Penarikan diri: Suatu penyelesaian masalah,
yaitu salah satu atau kedua pihak menarik diri dari hubungan. Cara ini efektif
apabila dalam tugas kedua pihak tidak perlu berinteraksi dan tidak efektif
apabila tugas saling bergantung satu sama lain.
Pemaksaan dan penekanan: Cara ini memaksa
dan menekan pihak lain agar menyerah; akan lebih efektif bila salah satu pihak
mempunyai wewenang formal atas pihak lain. Apabila tidak terdapat perbedaan
wewenang, dapat dipergunakan ancaman atau bentuk-bentuk intimidasi lainnya.
Cara ini sering kurang efektif karena salah satu pihak hams mengalah dan
menyerah secara terpaksa.
Intervensi (campur tangan) pihak ketiga:
Apabila fihak yang bersengketa tidak
bersedia berunding atau usaha kedua pihak menemui jalan buntu, maka pihak
ketiga dapat dilibatkan dalam penyelesaian konflik.
Arbitrase (arbitration): Pihak ketiga
mendengarkan keluhan kedua pihak dan berfungsi sebagai “hakim” yang mencari
pemecahan mengikat. Cara ini mungkin tidak menguntungkan kedua pihak secara
sama, tetapi dianggap lebih baik daripada terjadi muncul perilaku saling agresi
atau tindakan destruktif.
Penengahan (mediation): Menggunakan mediator
yang diundang untuk menengahi sengketa. Mediator dapat membantu mengumpulkan
fakta, menjalin komunikasi yang terputus, menjernihkan dan memperjelas masalah
serta mela-pangkan jalan untuk pemecahan masalah secara terpadu. Efektivitas
penengahan tergantung juga pada bakat dan ciri perilaku mediator.
Konsultasi: Tujuannya untuk memperbaiki
hubungan antar kedua pihak serta mengembangkan kemampuan mereka sendiri untuk
menyelesaikan konflik. Konsultan tidak mempunyai wewenang untuk memutuskan dan
tidak berusaha untuk menengahi. la menggunakan berbagai teknik untuk
meningkatkan persepsi dan kesadaran bahwa tingkah laku kedua pihak terganggu
dan tidak berfungsi, sehingga menghambat proses penyelesaian masalah yang
menjadi pokok sengketa.
Hal-hal yang Perlu Diperhati-kan Dalam
Mengatasi Konflik:
1. Ciptakan sistem dan pelaksanaan
komunikasi yang efektif.
2. Cegahlah konflik yang destruktif sebelum
terjadi.
3. Tetapkan peraturan dan prosedur yang
baku terutama yang menyangkut hak karyawan.
4. Atasan mempunyai peranan penting dalam
menyelesaikan konflik yang muncul.
5. Ciptakanlah iklim dan suasana kerja yang
harmonis.
6. Bentuklah team work dan kerja-sama yang
baik antar kelompok/ unit kerja.
7. Semua pihak hendaknya sadar bahwa semua
unit/eselon merupakan mata rantai organisasi yang saling mendukung, jangan ada
yang merasa paling hebat.
8. Bina dan kembangkan rasa solidaritas,
toleransi, dan saling pengertian antar unit/departemen/ eselon.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar